Jumat, 22 Juli 2016


Komunikasi dalam sistem saraf dan aktifitas mekanisme dalam otot bergantung pada eksibilitas-elektris membran-sel jaringan tersebut. Timbulnya impuls saraf bergantung pada produksi potensial aksi dalam membran sel pada akson neuron. Kerja utama obat-obat anastesi lokal adalah untuk mengurangi kemampuan saraf dalam menghantarkan potensial aksi dan impuls saraf.
Pada saat istirahat, membran sel saraf dan otot berada bdalam keadaan terpolarisasi (bermuatan). Kalau suatu potensial aksi dipicu, saraf tersebut akan mengalami depolarisasi (melepaskan muatannya) lewat influks ion natrium yang cepat. Kejadian ini akan diikuti oleh peristiwa repolarisasi (pemuatan kembali) karena terjadinya efluks ion kalium. Keseluruhan proses tersebut memakan waktu hanya sekitar satu milidetik. Obat-obat anastesi lokal mencegah infulks ion natrium yang cepat itu dengan cara menyekat saluran natrium dalam membran sel saraf. Keadaan ini akan menghambat pembentukan potensial aksi, dan penghambatan ini mencegah transmisi impuls serta sinyal sepanjang akson dan dengan demikian akan menyekat fungsi saraf yang normal. Kerja obat anastesi lokal akan dibalikkan ketika obat tersebut melintas kedalam aliran darah dan dieksresikan keluar.
Efek obat anastesi lokal terhadap setiap akson bergantung pada ukuran dan mielinisasikan akson tersebut (Cetterall & Mackie,1996). Akson yang berdiameter kecil dan tidak berselubung mielin yang mentransmisikan impuls rasa nyeri serta impuls sistem saraf simpatik merupakan akson yang paling sensitif terhadap obat anastesi lokal, sementara itu akson yang berukuran lebih besar dan bermielin yang bertanggung jawab atas gerakan tubuh serta presepsi rasa sentuhan / tekanan merupakan akson yang relatif resisten terhadap obat anastesi lokal.

Gangguan fungsi sensorik dalam sebuah saraf  karena kerja obat anastesi lokal akan berjalan dengan urutan yang pasti. Sensabilitas rasa nyeri merupakan fungsi pertama yang menghilang, yang kemudian diikuti oleh sensabilitas rasa dingin, panas, sentuhan dan tekanan. Ini berarti bahwa sensabilitas gerakan dan sentuhan acapkali masih berfungsi normal pada penyuntikan  anastesi lokal. Gangguan pada fungsi sistem saraf simpatik bertanggung jawab atas banyak efek samping , seperti hipotensi,yang ditimbulkan oleh anastesi epidural.

buku referensi :


Martindale 35 th ed.2006 . Artikel MIMS 105th Edition Annual Indonesia . DINKES Tasikmalaya. Micromedex



 



PENGGUNAAN ANASTESI LOKAL

Obat-obat anastesi lokal dikembangkan dari kokain yang digunakan untuk pertama kalinya dalam kodokteran gigi dan oftalmologi pada abad ke-19. Kini kokain sudah digantikan dengan lignokain(lidokain), bupivakain(Marcain®),prilokain dan ropivakain. Prilokain terutama digunakan dalam preparat topikal. Obat-obat anastesi lokal memiliki peranan yang penting dalam meredakan rasa nyeri untuk jarak waktu yang singkat. Dalam kebidanan, obat-obat tersebut diberikan lewat beberapa cara:
        Topikal, misalnya pada pemasangan infus
        Subkutan/intradermal pada penjahitan luka
        Infiltrasi disekeliling serabut saraf yang tunggal, misalnya blok anastesi pudendus
        Epidural, pada permukaan duramater bagi persalinan atau seksio Caesarea
        Spinal (intratekal), kedalam cairan serebrospinal pada ruang subaraknoid(intratekal) bagi persalinan atau seksio Caesarea


BAGAIMANA TUBUH MENANGANI OBAT ANASTESI LOKAL
Tanpa bergantung pada cara pemberiaannya, obat anastesi lokal akan berjalan kedalam aliran darah dan dari situ, obat-obat ini akan dieliminasi (Catterall & Mackie, 1996). Obat anastesi lokal melintas dari tubuh ibu kedalam janinnya dan disana obat ini merupakan penyebab timbulnya efek samping pada janin. Seperti pada pemberian meperidin (petidin), pengangkutan obat lewat plasenta dan ‘keterperangkapannya’ disini akan meningkat jika janin berada dalam keadaan asidosis. Obat anastesi lokal terikat secara luas dengan jaringan tubuh dan glikoprotein alfa 1-asam (protein plasma dalam sirkulasi darah ibu dan janinnya). Hanya fraksi obat yang tidak terikat(fraksi bebas) yang bertanggung jawab atas kerja dan efek sampingnya. Karena janin/neonatus relatif kekurangan protein plasma untuk mengikat obat-obat ini, proporsi obat bebas akan lebih tinggi dan efek samping lebih cenderung terjadi.
  Eliminasi obat-obat anestesi lokal merupakan proses yang penting karena setiap kegagalan dalam pembersihan tubuh dari obat-obat ini dapat mengakibatkan intoksikasi. Obat anastesi lokal dalam darah akan dieliminasi melalui metabolisme didalam hati ibu hamil, janin atau neonatus dan metabolitnya pada akhirnya akan dieksresikan lewat ginjal. Dalam hal ini, pemberian obat anastesi lokal bharus dihindari padapasien gangguan hati karena pasien ini tidak mampu memetabolisasi obat tersebut secara efektif (BNF,2000).

LIGNOKAIN (LIDOKAIN)
  Obat ini telah digunakan selama lebih dari 50tahun. Lignokain dimetabolisasi didalam hati ibu hamil, janin atau neonatus menjadi metabolit aktif. Meskipun lama kerja dan waktu paruh lignokain/lidokain relatif singkat (82 menit pada ibu hamil dan 95 menit pada neonatus), metabolitnya tetap dieksresikan oleh neonatus selama 36-48jam sesudah kelahirannya periode waktu untuk eksresi obat ini bergantung pada cara pemberiaannya. Metabolit ini bertanggung jawab atas beberapa efektoksik yang ditimbulkan oleh lignokain (Kuhnert,1993). Dengan pemberian yang berkali-kali terdapat bahaya penumpukan obat.
BUPIVAKAIN (MARCAIN®)
Durasi obat ini tidak lebih lama dari pada lignokain (dua hingga tiga jam jika disuntikkan epidural, atau delapan jam jika diberikan sebagai penyekat/blok saraf) dan karena sifat ini, bupivakain banyak digunakan untuk analgesia epidural dalam persalinan. Akan tetapi, pada kecelakaan takar lajak obat, efek bupivakain memerlukan pada ibu hamil adalah delapan jam, dan pada neonatus 18jam. Bupivakain dan metabolitnya (yang relatif lengai) akan terus dieksresikan oleh tubuh neonatus selama 36jam sesudah kelahirannya. Keberadaan obat dan metabolitnya yang terus-menerus dapat menimbulkan perubahan perilaku saraf (neurobehaviural)yang tidak jelas pada neonatus mungkin secara klinik tidak terlihat tanda yang segnifikan (Kuhnert,1993).
  Untuk mencapai tempat kerjannya (saluran natriumdalam membran akson), obat anastesi lokal harus berdifusi lewat jaringan disekitarnya, selubung mielin yang mengelilingi akson saraf tersebut dan membran sel itu sendiri. Karena itu,peredaan rasa nyeri tidak akan tercapai dalam waktu sekitar 30menit pada pemberian bupivakain yang kerjannya terlalu lambat untuk digunakan pada banyak seksio Ceasarea emerjensi (MCHRC,2000)

buku referensi:

 
Purba, A bdul K.R . 2014.Obat Batuk dan Nasal Dekongestan.Surabaya. Depatemen Farmakologi FK UNAIR


PATOFISIOLOGI NYERI
Sebagian besar pakar mendefinisikan rasa nyeri sebagai: ‘suatu perasaan sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan disertai dengan disertai kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau yang dikemukakan dalam pengertian kerusakan semacam itu’ (IASP, 1986; S217). Pengalaman nyeri bersifat induvidual dan kontekstual tidak selalu ada hubungan yang jelas antara kerusakan jaringan dan rasa nyeri. Skor nyeri merupakan alat komunikasi yang berguna untuk membantu menilai apakah perlu dilakukan terapi analgesia (Fairlie et al, 1999).
  Berbagai aspek yang paling relevan dalam farmatologi meliputi:
        Pejalanan impuls rasa nyeri bergantung pada potensial aksi dalam neuron pada jaras nyeri tersebut. Perjalanan impuls ini dapat disekat oleh obat anastesi lokal.
        Penyatuan serabut syaraf untuk rasa nyeri serta sentuhan dan traktus desendens analgesik terdapat dalam kornu dorsal medula spinalis yang dinamakan ‘pintu gerbang rasa nyeri atau pain gate’ (lihat Melzack dan Wall,1996). Bagian ini merupakan salah satu tempat kerja opioid.
        Jaras nyeri tersebut membentuk sinaps dalam formasio-retikularis batang otak. Disini,jaras nyeri mengaktifkan sistem saraf simpatik dan meningkatkan:
         Tingkat kesadaran dan kesiagaan
         Respirasi
         Frekuensi jantung
         Tekanan darah
         Emesis
         Pengeluaran keringat/perpirasi Gas anasgesi(mis, gas dinitrogen monoksida [N2O] dan opoid berkerja didalam batang otak.

        Jaras rasa nyeri dapat mendominasi korteks serebri dengan menyingkirkan pertimbangan lain. Korteks serebri merupakan salah satu tempat kerja apoid.
Nyeri yang hebat dan tidak dapat diredakan bukan hanya memberi pemgalaman melahirkan yang sangat negatif pada ibu, tetapi juga dapat menimbulkan konsekuensi fisiologis yang merugikan.
PENINGKATAN FREKUENSI DAN KEDALAMAN RESPIRASI
        TAKIKARDIA
        HIPERTENSI
        STATIS LAMBUNG DAN EMESIS

buku refrensi :

 
Rochmanti,Maftuchah. 2013. Obat Batuk dan Asma. Surabaya. Depatemen Farmakologi FK UNAIR






Total Tayangan Halaman

BTemplates.com

luki elpa ugra. Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Bagaimana pendapat anda tentang blog saya ?

Translate

Blue Fire Pointer

Popular Posts